KURMA (Kurun Masa) Ramadhan

Ramadhan bulan penuh berkah, bulan penuh pahala…
Masih yakin dengan kata-kata itu? Entah perasaan saya saja atau memang apa yang dirasakan banyak orang juga sama dengan saya, semakin berkembangnya jaman, nilai-nilai dari keagamaan semakin pudar. Ya bukan berarti saya memandangnya dari perspektif individu, saya tetap yakin pasti jika dari sudut pandang personal masih ada orang yang tetap atau bahkan semakin giat menjalani ibadah dalam kesehariannya. Maka dalam hal ini saya menilai secara general, dari apa yang saya alami. Lagi-lagi tulisan saya bertema dari apa yang saya alami. Jelas saja, saya selalu ingin melaporkan peristiwa-peristiwa terkini yang saya alami dan rasakan. Saya juga berharap ini bisa mewakili teman-teman saya serta pembaca semuanya.

Berbicara mengenai tulisan ini, salah satu rekan saya pernah memberi tantangan kepada saya. Katanya sesekali buatlah tulisan dengan genre humor agar pembaca tidak bosan. Ya, apa mau dikata. Sebagai orang yang selalu menyukai tantangan saya ‘jabani’ dan mencoba melakoninya. Jadilah tulisan ini, sebuah cerita sederhana yang entah apa esensinya (mungkin bisa dibilang artikel atau apalah, sedikit saya selipkan candaan). Saya sendiri tidak begitu mempermasalahkan apa jenis tulisan yang sudah bisa saya tulis dan simpan dalam file-file di laptop pribadi saya.

Kembali pada inti pembicaraan mengenai ramadhan. Bulan yang selalu dinanti-nantikan umat muslim sedunia. Percaya atau tidak, yakin atau tidak dalam setiap peristiwa yang Kawan semua alami pada bulan ramadhan “dimanapun” pasti memiliki kemiripan. Saya tidak tahu persis mengapa hal tersebut bisa terjadi? Mungkin disebabkan kita masih satu rumpun sebagai orang Indonesia, meskipun berbeda suku. Entahlah!
Pertama, pernah tidak menjumpai suatu kondisi “shaf” shalat tarawih mendekati hari H idul fitri semakin sepi? Bayangkan, kemanakah gerangan orang-orang yang selalu berbondong-bondong melaksanakan shalat tarawih berjamaah dengan “shaf” memenuhi masjid-masjid atau musholla sekitar tiba-tiba satu persatu terkikis bak hilang ditelan bumi. Jika sudah seperti itu, yang ada saya hanya bisa berkata “kemana mereka Tuhan, kemana…?!” (penuh ekspresi). Jawaban yang memungkinkan hanya satu, “sibuk mempersiapkan segala sesuatu untuk lebaran.” Yang katanya sih bikin kue lah, apalah. Berdasar logika bisa jadi alasan itu dibenarkan, sebab ada buktinya saat kebetulan orang-orang yang absen diakhir ramadhan biasanya ibu-ibu. Ya, bisa jadi agenda membuat kue itu memang benar adanya dilakukan oleh kaum ibu-ibu notabenenya. Jika memang demikian adanya, apa perlu saya mengadakan sebuah penelitian dengan judul “Pengaruh Manajemen Waktu dan Intensitas Kesibukan Menyambut Hari Raya Idul Fitri terhadap Kuantitas Ibadah Warga pada Bulan Suci Ramadhan.”
Jadi ya jangan heran saat kamu merasa ramadhan itu ramai diawal dan sepi diakhir berarti kamu sedang berada di Indonesia!!

Fenomena pertama pasti sudah sangat sering dijumpai dimanapun, tidak heran meskipun itu seperti sebuah mitos yang memang sebenarnya sulit untuk dibutktikan. (Lagian siapa juga yang mau mengadakan penelitian agar keadaan kembali normal, toh urusan agama hanya individu dan Tuhannya). Kali ini untuk bahasan yang kedua, tidak kalah hebatnya kadang remaja juga bisa tertular dengan virus yang ada pada fenomena pertama itu tadi. Hanya saja dengan alasan yang berbeda. Saya sendiri tidak dapat memastikan apa alasan yang sesungguhnya ada dibalik layar. Mungkin hanya sutrada dan penulis skenario yang tahu. Entahlah! Yang ada saya juga pastinya akan bertanya, “kemana semangat jiwa muda mereka sebagai anak cucu Nabi Adam pewaris agama Tuhan, kemana?!” (lagi, dengan ekspresi serius). Jangan tanya saya, saya pun tidak tahu.
Tapi biar bagaimanapun, saya masih merasa sangat bangga pada mereka yang masih rajin beribadah baik yang wajib maupun sunnah. Ya meskipun satu hal yang membuat saya riskan adalah bagi mereka (baca: anak muda) yang tetap tidak bisa jauh dari gadgetnya. Sedikit-sedikit update status facebook “aduh, capek habis tarawih nih!”, sedikit-sedikit update di BBM “shalat shubuh berjamaah dulu!” Bayangkan, apa coba tujuan itu semua? Pamer ibadah? Laporan ke teman-teman di media sosial? Tidak heran jika negara kita termasuk salah satu negara yang paling besar menggunakan media jejaring sosial seperti facebook dan kawan-kawannya.

Ketiga, ini yang tidak kalah penting dengan fenomena-fenomena sebelumnya. Masih membahas tentang semangat para remaja dalam beribadah di bulan suci ramadhan. Bagi sebagian orang yang merasa berada dilingkungan pedesaan pasti akan merindukan suatu tradisi membangunkan orang-orang sahur, jika di kampung halaman saya sih namanya “obrog-obrog”, belakangan saya baru tahu dari beberapa teman kampus saya untuk daerah Jawa Timur biasa dinamakan “patrol”. Saya rasa setiap tempat atau daerah memiliki istilah yang berbeda-beda.
Obrog-obrog atau patrol sudah sejak lama membudaya di negara kita, mengenai asal-usulnya saya sendiri kurang begitu paham. Mencari berbagai informasi di internet pasti berbeda-beda, sepertinya hal itu pastinya disebabkan asal yang berbeda-beda pula. Yang jelas itu sudah membudaya sejak adanya pelatihan SISKAMLING (Sistem Keamanan Keliling) sejak dahulu saat jamannya Pak presiden Soeharto dimana orang-orang yang berjaga disebut sebagai Hansip. Ya, begitulah di negara kita. Kerennya sih program itu merupakan suatu program yang memiliki rancangan hampir sama dengan program “wajib militer” seperti di Korea dan Jepang. Tapi di negara kita ujung-ujungnya menjadi Hansip. Sangat disayangkan, bukan? Mengapa tidak dikembangkan untuk menjadi suatu program yang lebih baik agar sistem pertahanan dan keamanan negara kita tetap terjaga dengan baik, jangan sampai kasus seperti Sipadan-Ligitan lagi-lagi terjadi di negara kita. Mohon, Pak, Bu Pejabat perhatikan negara kita dengan lebih baik. Mengapa jadi diplomatis begini bahasannya? Ah, sudahlah.
Kembali pada obrog-obrog atau patrol itu tadi, nah biasanya orang-orang yang melakukan aktivitas untuk membangunkan sahur itu disetiap daerah atas inisiatif karang taruna atau pemuda-pemuda desa setempat. Jaman dahulu saya rasa banyak sekali anak muda yang bersemangat, bahkan kelompok dari setiap desa terhitung lebih dari 5. Sekarang? Jangan tanya! Sepertinya kurang dari 5. Anak-anak muda jaman sekarang lebih memilih menarik selimut usai sahur, pun mereka sahur mendekati atau mendesak waktu imsak. Jadi bagaimana mau berkeliling untuk membangunkan orang lain? Membangunkan diri sendiri pun susahnya minta ampun.

Terakhir, poin yang paling pamungkas dari semua fenomena yang ada di bulan suci ramadhan. Kali ini sedikit menyinggung hari Raya Idul Fitri, sebab merupakan poin penghujung dari bahasan kita kali ini. Sebagai penghujung ramadhan tentunya ada satu hari yang sangat istimewa bagi kita selaku umat muslim yaitu hari dimana kita kembali suci (katanya), hari untuk saling memaafkan, hari “kemerdekaan” untuk umat muslim. Saya kaji ulang kata kemerdekaan yang saya tandai. Untuk kurun waktu saat ini makna dari kemerdekaan itu sendiri sepertinya sudah semakin bergeser. Ya, merdeka dari segala penyiksaan diri tidak makan dan minum selama kurang lebih dua belas jam setiap harinya dalam satu bulan, sebab masih sering saja ada yang mengeluh saat berpuasa atau bahkan tidak jarang ada yang membatalkannya. Merdeka untuk sungkan (baca: bersembunyi) saat melakukan dosa pada bulan suci ramadhan, dan merdeka-merdeka yang lainnya. Bahkan saking merdekanya, saat hari Raya Idul Fitri terkadang ibu-ibu saling beradu make up, memamerkan perhiasan yang sudah sekian lama tersimpan di dalam lemari (dipakai saat kondangan dan arisan saja selain Idul Fitri, Red), beradu glamour warna pakaian baru sampai-sampai jika bertemu satu sama lain sudah seperti bias matahari menembus awan usai hujan menjadi paduan warna membentuk pelangi. Serta tidak jarang pula sepatu atau sandal dengan hak tinggi melebihi ketinggian Monas di Jakarta. Bayangkan, “ada apa dengan negeriku ini Tuhan?” (bertanya lagi dengan penuh ekspresi, kali ini speechless). Hilanglah esensi dari hari raya yang sebenarnya bermakna untuk kembali pada jalan yang diridhoi Allah. Bukankah dalam firman-Nya, Allah tidak menyukai hal-hal yang berlebihan? "Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan." (Q.S Al-a'raf[7]:31)
Untuk itu, marilah kita kembali kepada jalan yang benar. Perabadan yang menjadikan kurun waktu semakin berkembang boleh saja membuat kehidupan ini menjadi lebih maju, hanya saja mari kita pertahankan dan tanamkan nilai-nilai agama yang telah kita terima dari para ulama, sahabat, dan Nabiullah Muhammad SAW. Jangan sampai agama menjadi semakin terkikis seiring dengan kehidupan yang kian bengis. Bentengi diri dengan iman dan taqwa!

Semoga tulisan ini bermanfaat untuk Kawan semua.
Saya rindu ramadhan jaman dahulu…
Selamat datang Ramadhan 1436 H.


- Jember, di Sudut Kamar Kos - 

https://www.facebook.com/NiehSTS/notes 

0 comments:



Post a Comment