(Nostalgia) Malioboro



Malam yang menghangatkan ditemani dengan kopi arang, cukup menghantarkan pada suasana kehangatan yang kami rasakan sekitar 6 tahun yang lalu. Ya, waktu yang beranjak pergi menyisakan kenangan yang hanya sesekali mampir diingatan. 
“Maya.” Sahabat yang tak pernah berubah sedari dulu. Kepolosan yang membuatku merasa nyaman, namun tetap nampak keibuannya. Darinyalah aku belajar banyak hal. Dari impian-impian yang tetap tersimpan rapi dalam ingatan. Impian yang aku sembunyikan dalam diri. Namun aku bangga, aku selalu merasa bahagia…
Aku merasa meskipun aku tidak bisa menjadi seorang psikolog, setidaknya orang terdekatku bisa mewujudkannya sehingga “psikologi” tidak akan pernah mati. Dia akan tetap hidup meski tidak aku miliki. Kepunyaan sahabat terdekatku. Aku akan bisa mempelajarinya sekaligus “mempelajari hidup” tentang impian yang tetap melekat dihati.
Terimakasih Maya atas makna belajar itu. Terimakasih karena telah menjadi kawan terbaikku dan mewujudkan impianku. Adanya kamu sebagai sahabatku mampu membuatku merasa “psikologi” tidak pernah pergi, ia tetap bersamaku dalam jiwamu.
Terimakasih juga untuk hal yang tak mungkin bisa disebutkan satu persatu termasuk untuk malam ini dan untuk hadiah buku darimu, sebab menulis bagiku sudah layaknya kawan dekat sepertimu.

...Dan tulisan inilah yang aku tulis dihalaman pertama. ^^

Jogja, 2015